Jumat, 19 Juni 2009

Rabies

PAPER RABIES

I. PENDAHULUAN

Rabies adalah virus zoonosis yang sangat fatal dan masalah kesehatan yang serius pada masyarakat. Rabies merupakan bentuk enchephalitis hebat dengan gejala klinis unik yang selalu menghasilkan kematian. Radiculomyelitic rabies terjadi setelah timbul prophylaxis setelah gigitan dan secara klinis sulit untuk membedakan dengan akut disseminated enchephalomyelitis.Rabies dengan bentuk klasik menampilkan seperti brain stem encephalitis. Beberapa kasus menunjukkan gejala paralisis, khususnya pada saat postexposure prophylaxis (

Rhabdovirus adalah golongan virus yang berbentuk peluru. Terdapat lebih dari 100 anggota rhabdovirus yang ditemukan pada manusia, berbagai tumbuhan dan binatang. Virus yang menyerang dari keluarga ini adalah virus rabies dan virus stomatitis vesikularis. Virus rabies adalah rhabdovirus yang pertamakali diisolasi. Virus ini menyebabkan ensefalitis pada binatang liar maupun binatang peliharaan serta manusia yang digigitnya. Virus stomatitis vesikuler (VSV) terutama menyerang sapi di negara barat.

Etiologi

1.1.1 Morfologi

Rabies virus ( RV), merupakan virus RNA, yang merupakan anggota dari genus Lyssavirus yang termasuk kedalam famili Rhabdoviridae. Yang terdiri dari lima struktur protein, meliputi Nukleoprotein (N), Phosphoprotein, matrix protein (M), Glikoprotein (G), dan RNA- dependent RNA polymerase (L), yang terkode kedalam 12-kb genome viral. Virus ini berdasarkan sifat-sifat morfologi dan biokimia sama degnan virus stomatitis vesikularis dari ternak dan sejumlah binatang, tanaman, dan serangga. Beberapa anggota dari famili ini berkembang biak baik pada arthropoda maupun pada vertebrata.

Virus rabies berbentuk bulat panjang dengan panjang 60-400 nm dan lebar 60-85 nm. Ia diliputi oleh suatu selubung yang mempunyai tonjolan-tonjolan ( glioprotein ) seperti paku yang panjangnya 10 nm. Sebelah dalamnya terdapat ribonukleokapsid dengan gen berserat tunggal. Asam nukleat terdiri dari RNA dengan gen berserat tunggal.

Dikenal dua macam siklus rabies, yakni rabies dilingkungan pemukiman penduduk ( urban rabies) dan rabies di alam bebas ( sylvativ rabies). Siklus urban rabies umumnya terjadi pada anjing geladak yang dibiarkan bebas tanpa pemeliharaan khusus. Kadang-kadang anjing menyerang kucing, kera, dan sesekali menyerang ruminansia, babi atau hewan lain. Sylvatic rabies bersiklus pada hewan liar, seperti rubah di eropa, skunk di amerika dan kanada. Dan kelelawar penghisap darah aau vampire di Amerika Selatan, Amerika tengah dan Meksiko. Sesekali hewan pembawa sylvatic rabies menggigit hewan piaraan dan terjadilah urban rabies.( Suardana, 2005)

1.1.2. Daya tahan

Virus rabies dapat hidup untuk beberapa mingu pada suhu 4°c. Dapat hidup dibawah 0°c lebih lama daripada 4°c, tetapi hanya dalam keadaan tanpa CO2. Dapat disimpan secara liofil. Dalam gliserol pada suhu kamar dapat hidup untuk berminggu-minggu. Dalam keadaan beku rabies dapat tahan bertahun-tahun.

Rabies cepat dibunuh ( inaktif) oleh radiasi sinar ultra violet atau cahaya matahari. Menjadi inaktif pada suhu 50°C selama 1 jam dan pada 60 °C selama 3 menit. Infektivitas virus dapat dirusak oleh larutan lipid ( 0,1% sodium desoxycholate atau eter) atau tripsin, juga oleh formalin dan etanol 70%.

Hewan carrier

Kelelawar vampire dapat memindahkan viru untuk berbulan-bulan tanpa ia sendiri memperlihatkan adanya tanda-tanda dari penyakit. ( Suardana, 2005) Pada anjing masa inkubasi biasanya 10 hari-2 bulan/ lebih. Anjing tersebut akan bersembunyi didalam sudut yang gelap, anoreksia, iritasi ditempat gigitan. Setelah 1-3 hari tejadi peningkatan phase eksiasi dan agitasi yakni anjing menjadi lebih agresif. Perjalanan penyakit biasanya berakhir antara 1-11 hari. Pada kucing umumnya berupa tipe furious denga gejala klinis sama seperti pada anjing. Terjadinya paralisis pada sepertiga bagian belakang tubuh muncul 2-4 hari setelah gejala eksitasi. Pada sapi masa inkubasi berkisar antara 25-150 hari- lebih. Gejala yang sangat dominan berupa paralisis, sehingga kasus rabies pada sapi lebih dikenal dengan nama paretic atau paralitic bovine rabies. Pada hewan liar rabies secara alami dapat menyerang species IcanidaeI dan hewan mamalia lainnya. Dari hasil ekperimen dan data episdemiologi, diketahui bahwa rabies dapat menyerang foxes, coyote, kackals, dan wolves. Belakangan rabies dapat menyerang skunks, racoons, bat, dan mongooses.

Cara Penularan

Virus rabies yang masuk secara subkutan ataupun intramuskuler biasanya lewat gigitan hewan penderita, yang selanjutnya akan menyeber dari tempat inokulasi ke sistem saraf pusat melalui axoplasma dari saraf perifer ( Suardana, 2005). Virusnya berkembang biak pada aotot atau pada jaringan ikat, menembus dan merusak serabut sarafdan menyebar ke pusat saraf seperti otak dan sumsum tulang belakang. Kemudian virus berkembang biak dan menyebar menembus saraf perifer ke kelenjar ludah dan jaringan-jaringan lain. Virus rabies belum pernah ditemukan dalam darah penderita rabies.

II. PEMBAHASAN

Diagnosis

Untuk mendiagnosis rabies dapat melihat adanya badan negri ( negri bodies ) pada otak. Badan inklusi Negri bersifat asidofil dan patognomonik bagi rabies. Matriks dari badan inklusi terdiri dari ribunukleoprotein, terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.

Badan inklusi dapat dilihat dibawah mikroskop setelah dilakukan pewarnaan dengan Giemsa, Seller, Mann dan dengan teknik fluoresensi antibodi.

Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan pemeriksaan histopatologik binatang yang dicuriga dan dilakukan pemeriksaan zat anti fluoresensi. Isolasi virus dapat dilakukan dari saliva penderita kemudian diinokulasikan ke mencit secara intraserebral, kemudian dicari adanya badan inklusi Negri. Dilakukan reaksi serologi ikatan komplemen, reaksi netralisasi dan imunofluoresensi.

Kematian jaringan dan organ yang terserang

Bila mati virus dapat ditemukan didalam susunan saraf pusat dengan satu atau lebih dari tiga metoda yang dipakai untuk menemukan virus rabies di dalam bahan otak binatang. Salah satu metoda yang paling cepat ialah menemukan antigen virus rabies intraseluler dengan memakai zat antifluoresensi. Metoda kedua ialah dengan menemukann badan inklusi intrasitoplasma asidofilik di dalam sel saraf di suatu daerah sistem saraf pusat. Metoda ketiga ialah inokulasi suspensi jaringan otak serebral pada mencit. Secara patologikditemukan adanyainflamasi dan nekrosis dari otak ( Karsinah, 1993).

Pengobatan dan pencegahan

Rekomendasi prosedur vaksinasi parenteral

1. Penyebaran vaksin. Semua vaksin hewan rabies harus sangat hati-hati dalam penggunannya atau dibawah pengawasan dokter hewan. Semua vaksin harus terdata menurut spesifikasinya sesuai yang tercantum pada label pakagingnya.

2. Seleksi vaksin. Semua vaksin yang dilisensikan oleh USDA dan dipasarkan di Amerika serikat serentak setelah adanya pemberitahuan.

3. Vaksinasi hewan lliar dan anakannya. Keampuhan vaksinasi rabies parenteral pada hewan liar dan anakannya tidak tercapai, dan tak ada vaksin yang dillisensikan untuk hewan-hewan ini. Kebun binatang atau institusi penelitian mungkin menerapkan program vaksinasi, yang yang dimana untuk mencoba melindungi beberapa hewan, tetapi hal ini tidak harus menggantikan keutamaan dalam melindungi aktifitas kesehatan publik.

4. Sertifikat rabies. Semua agensi dan dokter hewan harus menggunakan NASPHV form 51 “ sertifikat vaksin rabies”, yang dapat memperoleh vaksin langsung dari pabrik.

Kontrol rabies

Prinsip kontrol rabies

1. keterpaparan rabies. Rabies ditransmisikan hanya melalui virus yang masuk melalui luka gigitan, kulit yang terbuka, atau melalui membran mukosa.

2. Pencegahan terhadap manusia yang terkena rabies. Rabies pada manusia dapat dicegah melalui pemusnahan hewawn yang tertular atau melalui pengobatan terhadap luka sementara dikombinasikan dengan imunoglobulin rabies dan vaksin manusia .

3. Hewan domestik. Pemerintah daerah harus memiliki inisiatif dan melaksanakan program efektif untuk memastikan seluruh anjing sudah divaksinansi, kucing dan ferrets dan untuk mencegah hewan berkeliaran dan hewan yang tidak diinginkan.

4. Rabies terhadap hewan yang divaksinasi. Rabies jarang terjadi pada hewan yang sudah divaksinasi.

5. Rabies pada hewan liar. Kontrol rabies terhadap perantara hewan liar sangat sulit.

6. Survey rabies. Laboratorium yang memiliki dasar pendataan terhadap rabies merupakan komponen yang esensial dalam kontrol rabies dan program pencegahan.

7. Diagnosis rabies. Uji terhadap rabies harus dilakukan oleh laboratorium yang memiliki kualifikasi, yang didesain oleh departemen kesehatan daerah maupun pusat.

8. Serologi rabies. Beberapa pernyataan hukum “ bebas rabies ” juga memerlukan bukti dari vaksinasi dan antibodi rabies untuk tujuan yang lebih penting.

Penanganan

Pada manusia terdapat beberapa vaksin rabies, seperti :

1. Vaksin rabies asal otak bayi mencit ( suckling mouse brain anti rabies vaccine) yang dibuat oleh perum Bio Farma Bandung.

2. Vaksin Rabies impor ( dari prancis) yaitu Purified Vero Anti Rabies Vaccine ( PVRV) dan Human Diploid cell Vaccine ( HDCV).

III. KESIMPULAN

Virus rabies merupakan virus yang sangat fatal apabila terpapar. Penularannya bisa melalui gigitan, luka pada kulit, membram mukosa. Pencegahan dapat dilakukan pada hewan dan manusia yang berupa vaksinasi maupun pemusnahan hewan yang terkena rabies. Dapat juga kita melakukan pencegahan terhadap virus rabies melalui kontrol terhadap vaksinasi dan hewan liar yang berkeliaran disekitar lingkungan kita.

IV. Daftar Pustaka

Compendium of Animal Rabies Prevention and Control, 2004*

National Association of State Public Health Veterinarians, Inc. (NASPHV)

Karsinah, 1993, Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi, Penerbit Binarupa

Aksara, Jakarta. Hal 345-350

PNAS | December 19, 2000 | vol. 97 | no. 26 A recombinant rabies virus expressing vesicular stomatitis virus glycoprotein fails to protect against rabies virus infection The Dorrance H. Hamilton Laboratories, * Center for Human Virology, Dagger Departments of Biochemistry and Molecular Pharmacology, and dagger Microbiology and Immunology, Thomas Jefferson University, Philadelphia, PA 19107

Ravi V. Desaia, Vivek Jainb, Paramjeet Singha, Sunit Singhib and Bishen Dass adotrac, 2002, NR Am. J. Neuroradiol.Radiculomyelitic Rabies: Can

MR Imaging Help?; 23(8): 1438 - 1438.

Suardana, I Wayan, Drh. 2005. Buku Ajar Zoonosis. Penerbit Universitas

Udayana.

Tidak ada komentar: